Plus Minus “Facebook”
Pada era modern ini, kemajuan teknologi adalah sebuah fenomena alam nyata yang tak terhindarkan dari lini kehidupan umat manusia. Bahkan seakan-akan alat-alat modern tersebut nyaris merasuk ke jantung setiap orang, lintas budaya, suku, bangsa, dan agama.
Di antara alat teknologi modern tersebut adalah internet dengan berbagai variasi program di dalamnya, termasuk di antaranya situs jejaring sosial yang dinamakan “Facebook” yang kini terkenal luas dan diminati banyak orang.
Nah, sebagai seorang muslim yang sejati, hendaknya kita menempatkan alat ini untuk mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai lahan pahala bagi kita berupa dakwah, silaturrahmi dan sebagainya, bukan malah menjadikannya sebagai alat ghibah (gunjingan), fitnah, provokasi, gosip, nafsu berahi, dan sebagainya. Oleh karena itu, pada edisi kali ini sedikit akan kami sampaikan secara ringkas tentang fiqih penggunaan Facebook dalam syari’at Islam. Semoga bermanfaat.
Definisi Facebook dan Sejarahnya
Facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial dan situs web yang diluncurkan pada Februari 2004 yang dioperasikan dan dimiliki oleh Facebook, Inc. Pada Januari 2011, Facebook memiliki lebih dari 600 juta pengguna aktif. Pengguna dapat membuat profil pribadi, menambahkan pengguna lain sebagai teman dan bertukar pesan, termasuk pemberitahuan otomatis ketika mereka memperbarui profilnya. Selain itu, pengguna dapat bergabung dengan grup pengguna yang memiliki tujuan tertentu, diurutkan berdasarkan tempat kerja, sekolah, perguruan tinggi, atau karakteristik lainnya. Nama layanan ini berasal dari nama buku yang diberikan kepada mahasiswa pada tahun akademik pertama oleh administrasi universitas di AS dengan tujuan membantu mahasiswa mengenal satu sama lain. Facebook memungkinkan setiap orang berusia minimal 13 tahun menjadi pengguna terdaftar di situs ini.
Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg bersama teman sekamarnya dan sesama mahasiswa ilmu komputer: Eduardo Saverin, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes. Keanggotaan situs web ini awalnya terbatas untuk mahasiswa Harvard saja, kemudian diperluas ke perguruan lain di Boston, Ivy League, dan Universitas Stanford. Situs ini secara perlahan membuka diri kepada mahasiswa di universitas lain sebelum dibuka untuk siswa sekolah menengah atas, dan akhirnya untuk setiap orang yang berusia minimal 13 tahun.[1]
Pergerakan dan popularitas Facebook semakin tumbuh dari hari ke hari. Dari berbagai penjuru, warga dunia menggunakan fasilitas ini, termasuk Indonesia. Sehingga menurut statistik, pada 16 Maret 2009 jam 14. 00 WIB, ada 2.235.280 orang yang menyatakan warga Indonesia di Facebook.[2]
Plus Minus Facebook
Facebook ini ibarat seperti sebuah pisau, bisa mengandung manfaat bila digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat tetapi juga bisa membawa bahaya bila digunakan untuk tindak kejahatan. Demikian halnya dengan Facebook—yang merupakan jejaring sosial—bisa digunakan sebagai wadah silaturrahmi di dunia maya, berdakwah, menimba ilmu, dan sebagainya. Namun, sebaliknya Facebook juga bisa digunakan sebagai ajang maksiat. Berikut ini penjelasannya lebih terperinci:
1. Manfaat Facebook
Di antara manfaat Facebook adalah sebagai berikut:
a. Sebagai sarana dakwah
Facebook bisa digunakan sebagai sarana dakwah yang bagus di tengah keringnya ilmu dan informasi tentang Islam yang benar, sehingga betapa banyak orang mendapatkan hidayah disebabkan membaca artikel di Facebook atau diskusi di Facebook.
b. Wadah silaturrahmi
Facebook bisa digunakan sebagai wadah untuk menyambung silaturrahmi antara sesama teman, orang tua, kerabat, murid, atau guru dan ajang untuk mencari kawan lebih banyak lagi yang itu hukum asalnya adalah boleh-boleh saja.
c. Menyimpan file/tulisan
Tulisan yang disimpan di komputer bukan tidak mungkin akan hilang saat komputer terkena virus. Akan tetapi, jika disimpan di Facebook, maka file tersebut tetap akan selamat selama account masih aktif.
2. Keburukan Facebook
Di antara keburukan Facebook adalah sebagai berikut:
a. Kecanduan
Banyak dari pengguna Facebook merasa asyik berbalas atau chatting, sehingga mereka menjadi lupa pada waktu, tugas kewajibannya, bahkan ada yang sampai dibuat lalai dari aturan agama gara-gara kecanduan Facebook.
b. Wadah maksiat
Banyak dari para pengguna Facebook tidak mengindahkan aturan agama sehingga menjadikan Facebook sebagai wadah maksiat, berupa ghibah, fitnah, gosip, pacaran, dan sebagainya.
c. Gambar foto
Di antara wabah Facebook yang sangat perlu diperhatikan adalah budaya menampilkan foto-foto pribadi yang jelas akan dilihat banyak orang, bahkan terkadang yang ditampilkan adalah foto-foto seronok yang mengumbar nafsu. Oleh karenanya, bagi para pengguna Facebook hendaknya mengganti foto-foto tersebut dengan foto-foto lain yang tidak bermasalah seperti pemandangan alam dan sejenisnya.[3]
Facebook, Halal Atau Haram?
Booming-nya layanan jejaring sosial Facebook menuai kontroversi di kalangan para tokoh agama. Sehingga dahulu pernah diberitakan bahwa pondok pesantren se-Jawa Timur dan Madura yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri mengharamkan pemanfaatan Facebook secara berlebihan seperti mencari jodoh maupun pacaran. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam bahtsul masail di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kediri, Jatim. Namun, fatwa ini akhirnya menuai protes dari para para tokoh moderat, bahkan ada sebagian kalangan yang menilai bahwa fatwa tersebut “kolot” dan “ketinggalan zaman”.
- Sebenarnya tidak ada kontradiksi bila kita mau memadukan antara kedua pendapat tersebut. Sebab, kami rasa kita semua sepakat bahwa Facebook hanyalah sekadar sebuah alat saja, bukan haram secara zatnya, namun semua itu tergantung pada penggunaannya. Maka substansi fatwa para tokoh yang melarangnya seharusnya kita ambil faedahnya yaitu agar penggunaan Facebook bukan untuk kemaksiatan melainkan harus diarahkan kepada yang positif.
Syaikh Muhammad asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pembagian yang benar mengenai sikap dalam menghadapi penemuan modern Barat terbagi menjadi empat macam:
- Meninggalkan penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
- Menerima penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
- Menerima yang berbahaya dan meninggalkan yang bermanfaat.
- Mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang berbahaya.
Dengan pembagian penemuan modern menjadi empat ini, ternyata kita dapati bahwa pertama, kedua, dan ketiga adalah batil tanpa diragukan lagi, berarti yang benar hanya satu yaitu keempat.”[4]
Tentu saja, Facebook adalah termasuk masalah kontemporer yang tidak ada dalilnya secara khusus. Namun, bila kita telaah kaidah-kaidah fiqhiyyah yang telah mapan, dapat kita temukan beberapa argumentasi yang menunjukkan hukum asal penggunaan Facebook adalah boleh, setidaknya ada dua kaidah fiqih yang bisa kita terapkan untuknya:
1. Asal segala urusan dunia hukumnya boleh
Kaidah ini merupakan kaidah yang agung sekali, yaitu bahwa asal semua urusan dunia adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya dan asal semua ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.
Banyak sekali dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits yang menunjukkan kaidah berharga ini, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ (kesepakatan) tentang kaidah ini.[5] Cukuplah dalil yang sangat jelas tentang masalah ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salalm:
إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ ، وَإِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ
“Apabila itu urusan dunia kalian maka itu terserah kalian, dan apabila urusan agama maka kepada saya.”[6]
Bila ada yang mengatakan, “Bagaimana apabila alat dunia tersebut ditemukan oleh orang nonmuslim?” Jawabnya: Sekalipun begitu, bukankah Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa salalm dahulu menerima strategi membuat parit sebagaimana usulan Salman al-Farisi ketika Perang Khondaq?! Jadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm menerima strategi tersebut walaupun asalnya adalah dari orang-orang kafir dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm tidak mengatakan bahwa strategi ini najis dan kotor karena berasal dari otak orang kafir. Demikian juga tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa salalm berhijrah ke Madinah, beliau meminta bantuan seorang penunjuk jalan yang kafir bernama Abdulloh al-Uraiqith. Semua itu menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari orang-orang kafir dalam masalah dunia dengan tetap mewaspadai virus agama mereka. Dalam kata hikmah Arab dikatakan:
اجْتَنِ الثِّمَارَ وَأَلْقِ الْخَشَبَةَ فِي النَّارِ
Ambillah buahnya dan buanglah kayunya ke api.[7]
Maka tidak selayaknya seorang hamba menolak nikmat Allah tanpa alasan syar’i dan tidak halal baginya untuk mengharamkan sesuatu tanpa dalil.
2. Sarana tergantung kepada tujuannya
Ini juga merupakan kaidah yang sangat penting dan berharga sekali.[8] Tidak ragu lagi bahwa dakwah, silaturrahmi, menimba ilmu, dan lainnya merupakan tujuan yang mulia, maka segala sarana yang menuju kepada tujuan tersebut hukumnya seperti tujuannya. Hal ini sama persis dengan hukum menaiki pesawat terbang untuk berangkat haji, menggunakan bom, tank, dan alat-alat canggih modern untuk jihad dan sebagainya; tidak diragukan tentang bolehnya karena alat-alat tersebut merupakan sarana menuju ibadah yang mulia.
Kesimpulannya, bahwa Facebook layaknya alat-alat teknologi lainnya seperti telepon, radio, tipe dan sebagainya, bisa digunakan untuk menimbulkan kerusakan aqidah, pemikiran, akhlak dan sebagainya tetapi ini tidak boleh hukumnya dalam pandangan syari’at. Dan bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Maka seyogianya bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan alat ini ini hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat agar dakwah Islam semakin berkembang dan menyebar. WAllahu A’lam.[9]
Etika Seorang Muslim Ber-Facebook
Facebook adalah jejaring sosial. Itu berarti kita hidup dalam kawasan pertemanan dan pergaulan. Maka etika-etika bergaul harus diperhatikan. Ada beberapa etika yang perlu kami sampaikan kepada para pengguna Facebook sebagai nasihat bagi kita semuanya:
1. Jadikan sebagai ladang pahala
Hendaknya seorang yang masuk pada situs ini meluruskan niatnya terlebih dahulu, dia benar-benar ingin menjadikan Facebook untuk sesuatu yang bermanfaat sebagai ajang silaturrahmi, berdakwah, menimba ilmu, dan sebagainya.
2. Mengatur waktu
Hendaknya pengguna Facebook memahami akan mahalnya waktu. Janganlah dia terjebak dalam kesia-siaan atau terlena keenakan chatting sehingga lalai dari sholatnya, kewajiban, dan tugasnya di rumah atau tempat kerja.
3. Waspadailah zina mata dan hati
Dalam Facebook akan di-posting foto-foto pengguna Facebook lainnya yang terkadang mereka adalah foto-foto lawan jenis. Tidak menutup kemungkinan muncul nafsu berahi dengan melihatnya. Maka hendaknya kita takut kepada Allah dan menyadari bahwa semua itu adalah ujian akan keimanan kita kepada-Nya.
4. Jagalah kata-kata
Janganlah kita merasa bebas menulis status atau komentar dan kata-kata di Facebook. Pilihlah kata-kata yang baik dan menyenangkan. Jangan menulis kata-kata yang kotor, fitnah, provokasi, gosip, ghibah (gunjingan), dan sebagainya. Seorang muslim harus menjaga anggota tubuhnya dari hal-hal yang dapat menodai keimanannya.
Demikianlah fiqih Facebook yang dapat kami sampaikan. Semoga apa yang kami sampaikan ini membawa manfaat bagi semuanya. Aamiin.
Penulis: Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Artikel www.abiubaidah.com
Artikel www.abiubaidah.com
Daftar Referensi
- Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka. Yuniardi Syukur. Diva Press, cetakan pertama, Agustus 2009 M.
- Al-Ahkam al-Fiqhiyyah li Ta’amulat Iliktroniyyah. Dr. Abdurrohman as-Sanad. Dar al-Warroq, cetakan ketiga, 1427 H.
- Dan lain-lain.
[1] Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Facebook
[2] Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka hlm. 9–21 karya Yuniardi Syukur
[3] Lihat Facebook Sebelah Surga Sebelah Neraka hlm. 26–31 karya Yuniardi Syukur.
[4] Adhwa‘ul Bayan: 4/382
[5] Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/166 oleh Imam Ibnu Rojab
[6] HR. Ibnu Hibban: 1/201 dan sanadnya shohih sesuai dengan syarat Muslim
[7] Lihat pula al-Adzbu an-Namir min Majalis Syinqithi fi Tafsir: 2/602 oleh Kholid bin Utsman as-Sabt dan risalah Rof’u Dzull wa Shoghor hlm. 42–45 oleh Syaikh Abdul Malik Romadhoni.
[8] Lihat al-Qowa’id wal Ushul Jami’ah hlm. 13–19 oleh Syaikh Abdurrohman as-Sa’di.
[9] Lihat al-Ahkam al-Fiqhiyyah li Ta’amulat Iliktroniyyah hlm. 82 oleh Dr. Abdurrohman as-Sanad.
0 komentar:
Posting Komentar